TITIKNOL.ID, TANJUNG SELOR – Belanja negara di Kalimantan Utara telah terserap sebesar 91,03% atau sebesar Rp 9,52 triliun sampai dengan akhir November 2022.
Belanja melalui Kementerian/Lembaga terealisasi 77,51% atau sebesar Rp 2,85 triliun, termasuk di dalamnya dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan yang baru terserap 66,96% atau Rp 48,81 miliar. Sedangkan anggaran TKD telah terserap 98,35% atau Rp 6,67 triliun.
Belanja dalam rangka penanganan dampak COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) telah terealisasi sebesar Rp 696,05 miliar, yang tersebar pada sektor Kesehatan Rp82,57 miliar; sektor Perlindungan Masyarakat Rp192,60 miliar; sektor Penguatan Pemulihan Ekonomi Rp420,87 miliar.
“Program PC PEN tersebut telah menjangkau ribuan penerima manfaat warga Kalimantan Utara,”kata Wahyu Prihantoro, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu RI) Provinsi Kaltara, Rabu (14/12).
Ribuan penerima manfaat yang dimaksud antara lain 6 rumah sakit, 7 fasilitas kesehatan, 1.718 pasien, 154 tenaga kesehatan, 16.188 penerima PKH (Program Keluarga Harapan), 27.365 penerima kartu sembako, 30.615 keluarga penerima manfaat bantuan langsung tunai bahan bakar minyak (KPM BLT BBM), 27.298 KPM BLT Minyak Goreng, 23.840 KPM BLT Desa, dan 28.887 penerima Bantuan Subsidi Upah (BSU).
“Tahun 2020 – 2022 adalah tahun yang sangat berat di mana pandemi COVID-19 yang awalnya merupakan krisis kesehatan, secara cepat merambat menjadi pemicu permasalahan ekonomi dan sosial. Sejak tahun 2020, APBN telah bekerja keras sebagai bentuk respon kebijakan fiskal yang cepat dan extraordinary untuk meng-counter dampak negatif pandemi,” tuturnya.
Ia mengatakan, kerja keras APBN menghasilkan pemulihan ekonomi meskipun secara bertahap. Pada kuartal III 2022, pertumbuhan ekonomi mencatatkan angka 5,72% (yoy), dengan tingkat inflasi yang terjaga rendah dan indikator keyakinan konsumen serta produksi yang mengalami pemulihan.
“Dengan capaian tersebut, optimisme proses pemulihan ekonomi terus dijaga meskipun kita harus makin waspada terhadap risiko global yang berasal dari faktor geopolitik, penerapan zero covid policy di China yang menyebabkan perlambatan ekonominya,” ujarnya.
Adapula dampak pengetatan kebijakan moneter di negara maju untuk pengendalian inflasi yang akan berakibat pelemahan ekonomi global, meningkatkan suku bunga global, memicu aliran modal keluar dan menimbulkan tekanan terhadap nilai tukar.
“Ketegangan geopolitik antarnegara telah menimbulkan perang dan disrupsi rantai pasok yang menyebabkan harga-harga komoditas pangan, energi, dan pupuk melambung tinggi,” tambah Wahyu. M04