Untuk dapat memberikan perlindungan dan rasa aman kepada masyarakat, pengendalian konflik sosial seharusnya dilakukan secara komprehensif, terkoordinasi, dan terintegrasi
TITIKNOL.ID, TANJUNG SELOR – Konflik di Kalimantan Utara bisa saja, sewaktu-waktu bisa pecah, merusak tatanan kehidupan masyarakat di Kalimantan Utara.
Konflik yang terjadi biasanya ada faktor pemicu karena munculnya perbedaan satu sama lain.
Ada tiga pemicu yang bisa memicu konflik di tengah masyarakat Kalimantan Utara.
Apa saja tiga perbedaan yang dimaksud?
Kalimantan Utara sebagai wilayah perbatasan merupakan Provinsi yang kaya akan sumber daya alam dan memiliki keragaman budaya.
Namun, keberagaman ini juga membawa tantangan tersendiri, khususnya dalam menjaga stabilitas keamanan dan menghindari potensi konflik.
Demikian disampaikan Burhanuddin, Plh Asisten I Sekretariat Provinsi Kaltara, mewakili Pjs Gubernur Togap Simangunsong saat membuka “Seminar Akhir Penyusunan Peta Rawan Konflik Provinsi Kalimantan Utara” di Ruang Rapat Kantor Gubernur, Rabu (30/10/2024).
Potensi konflik ini, kata Burhanuddin, dapat terjadi akibat tiga perbedaan yakni:
- Sosial;
- Budaya;
- hingga kepentingan ekonomi.
Dia menjabarkan, konflik sosial kerap kali ditimbulkan oleh adanya perseteruan dan benturan yang terjadi di antara kelompok-kelompok masyarakat.
Situasi ini muncul akibat perbedaan kepentingan, nilai-nilai, atau persepsi yang saling bertentangan.
“Ketika konflik sosial ini tidak terkendali, stabilitas daerah bahkan nasional bisa terganggu, mengakibatkan ketidakamanan. yang meluas di tengah masyarakat,” kata Burhanuddin.
Ia mengatakan, kondisi ini tentunya berdampak pada terhambatnya pembangunan, karena berbagai pihak harus mengalihkan perhatian dan sumber daya untuk meredam konflik yang terjadi.
Kebijakan yang ada cenderung terpisah-pisah, sehingga penanganannya belum komprehensif. Hal ini membuat upaya penyelesaian konflik menjadi kurang efektif dalam jangka panjang.
“Untuk dapat memberikan perlindungan dan rasa aman kepada masyarakat, pengendalian konflik sosial seharusnya dilakukan secara komprehensif, terkoordinasi, dan terintegrasi, sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2015 tentang penanganan konflik sosial,” ungkapnya
Dikatakan, untuk mendukung langkah preventif ini, diterbitkan Permendagri Nomor 2 Tahun 2018, tentang Kewaspadaan Dini di Daerah.
Regulasi ini mendorong setiap daerah untuk mengidentifikasi potensi konflik sejak dini dan menyusun langkah-langkah antisipatif guna meminimalkan kemungkinan terjadinya konflik yang lebih besar.
Dalam konteks ini, Pemprov Kaltara, melalui Badan kesatuan bangsa dan politik sedang mengupayakan pencegahan konflik di Kalimantan Utara melalui penyusunan peta rawan konflik.
Seminar pemaparan akhir penyusunan peta kerawanan konflik di Kantor Gubernur Kaltara, Tanjung Selor, Provinsi Kalimantan Utara pada Rabu (30/10/2024) sore.
Ditambahkan, program penyusunan peta rawan konflik ini diadakan sepanjang 2024 untuk memetakan titik-titik rawan di Kalimantan Utara.
Harapannya, pemetaan ini bisa jadi pedoman berbagai pihak untuk mengambil langkah pencegahan dini demi menciptakan stabilitas di Kaltara.
Burhanuddin mengungkapkan, pentingnya pencegahan konflik sosial agar tak mengganggu stabilitas daerah dan nasional. “Ketika konflik tidak terkendali, ketidakamanan akan meluas dan menghambat pembangunan,” katanya.
Ia menambahkan, bahwa pengendalian konflik harus komprehensif dan terkoordinasi sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No. 2 Tahun 2015 tentang Penanganan Konflik Sosial.
“Koordinasi ini penting agar langkah pencegahan bisa diambil sebelum konflik berdampak lebih buruk,” tegasnya.
Burhanuddin menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan peta ini. “Semoga peta ini jadi referensi yang bermanfaat dalam perencanaan dan pengambilan kebijakan,” tutupnya. (*)