TITIKNOL.ID, PENAJAM – Segmen keempat jadi perdebatan sengit Pasangan Calon (Paslon) Nomor urut 1 Mudyat – Win dengan Paslon nomor urut 4, Hamdam – Basir.
Topik adu argumen yang membahas tantangan hukum paling besar, yakni korupsi. Dome PPU, Kamis (31/0/2024).
Untuk membrantas korupsi, memerlukan strategi yang komperhensif dan bersifat koninyu.
Seperti dipaparkan oleh Mudyat – Win, melalui penegakkan hukum yang kuat dari sarana dan prasarana memadai, menanamkan pendidikan antikorupsi sejak dini dalam kehidupan sehari-hari, serta kesejahteraan pegawai publik yang perlu ditingkatkan.
Dilanjutkan olehnya, “Membangun sistem pengawasan yang kuat, melakukan edukasi serta kampanye, kemudian memberikan sanksi proporsional untuk memberi efek jera,” jelas Mudyat.
Diungkapkan bahwa perbaikan sistem sangat penting untuk mengurangi celah terjadinya praktik korupsi yang ada.
Sementara itu, paslon nomor urut 4 Hamdam – Basir beberkan adanya indikasi korupsi pasangan sebelah.
“Saya melihat dan mendengar, bahwa paslon 1 ada terindikasi korupsi. Saya ingin memastikan kembali apakah berita ini sedang berproses, karena rekam jejak tidak bisa dihilangkan,” tuturnya.
Lalu bagaimana menyelesaikan sifatnya korupsi apabila ada bersangkutan, sebab seorang pemimpin yang baik seharusnya memberi keteladanan bagi warganya.
Seperti berbalas pantun, kedua pasangan calon bupati dan wakil bupati dipertemukan kembali pada lontaran pertanyaan yang berbalik mengarah kepada Pasangan Calon Nomor 4, Hamdam – Basir.
“Terimakasih paslon nomor urut 1, ini namanya berbalas pantun,” ucap Hamdam.
Pertanyaan yang diajukan paslon 1 mengejar jawaban sebelumnya, yakni bagaimana seorang pemimpin membangun komitmen terhadap daerahnya, Penajam Paser Utara (PPU) sehingga tidak menciptakan lingkungan pemerintahan yang korupsi, kolusi, nepotisme (kkn).
“Terkait dugaan pemerintah PPU dibangun dengan kkn, dikaitkan dengan pemanfaatan aset secara pribadi,” ujar Mudyat.
Hamdam mengatakan korupsi merupakan salah satu kejahatan yang luar biasa atau disebut extraordinary crime.
“Saya pikir daripada aset itu mangkrak lebih baik diserahkan kepada pihak ketiga yang tentunya melalui proses dan aturan berlaku. Karena pihak ketiga tidak mengikuti aturan, pastilah pemerintah akan membatalkan kerjasama tersebut,” jawab Hamdam.
Menurut Hamdam, jika ternyata terdapat dugaan penyimpangan urusannya dengan apparat hukum.
“Kalau kita ini hanya menjalankan bahwa aset daerah harus dimanfaatkan dan bernilai ekonomi bagi pemerintah daerah, minimal kalau tidak bisa dapat Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak lagi dikawal oleh pemerintah,” ucapnya.
Berlanjut panas, pemanfaatan aset ternyata tidak menghasilkan PAD untuk penajam sendiri.
Bahkan kemudian menjadi beban anggaran di beberapa faktor pelayanan, misalnya listrik dan air yang mesti dibayarkan pemerintah.
“Sebagaimana ini adalah bentuk pengawasannya yang terjadi kala itu pada saat melakukan proses kerja sama dalam pemanfaatan aset, jaman pemerintahan bapak berlangsung,” tutup Mudyat.(TN01)