Nasional

Pakar ke Prabowo: Optimalisasi Batu Bara dan Nikel Bisa Tambah Penerimaan Negara Rp453 Triliun

33
×

Pakar ke Prabowo: Optimalisasi Batu Bara dan Nikel Bisa Tambah Penerimaan Negara Rp453 Triliun

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi hitungan pajak. Pemerintah mengumumkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) tetap naik mulai 1 Januari 2025 sesuai dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. (HO/pajak.com)

TITIKNOL.ID – Presiden Prabowo Subianto mendapat saran baru dari para pakar untuk meningkatkan penerimaan negara setelah membatasi kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen hanya untuk barang mewah.

Menurut para pakar, optimalisasi sektor lain dapat memberikan penerimaan hingga Rp453 triliun per tahun.

Direktur Eksekutif Yayasan Kesejahteraan Berkelanjutan Indonesia (SUSTAIN) Tata Mustasya mengungkapkan, salah satu sektor yang bisa dioptimalkan adalah pungutan pada batu bara dan nikel.

“Prabowo perlu menaikkan pungutan pada batu bara dan nikel agar penerimaan negara yang hilang dari pembatasan kenaikan PPN dapat ditutupi,” ujar Tata, Kamis (2/1).

Ia menjelaskan, potensi pendapatan negara dari kenaikan pungutan batu bara bahkan lebih besar dibanding target kenaikan PPN menjadi 12 persen.

Berdasarkan kajian SUSTAIN, peningkatan pungutan batu bara bisa menghasilkan Rp84,55 triliun hingga Rp353,7 triliun per tahun.

Sebagai perbandingan, target penerimaan kenaikan PPN 12 persen hanya Rp75,29 triliun, sementara PPN barang mewah diperkirakan menyumbang Rp3,2 triliun.

“Potensi ini jauh lebih besar dan bisa digunakan untuk membiayai berbagai proyek strategis nasional, termasuk pembangunan jaringan distribusi listrik (smart grid) dan program sosial seperti makan bergizi gratis,” tambahnya.

Saran serupa disampaikan Direktur Eksekutif Transisi Bersih, Abdurrahman Arum, yang menyebut pajak ekspor produk nikel sebagai opsi lain untuk menggenjot penerimaan negara.

“Dengan tarif ekspor 10-20 persen, negara dapat memperoleh tambahan Rp50 triliun hingga Rp100 triliun per tahun. Ini cukup untuk menggantikan kenaikan PPN menjadi 12 persen,” ujarnya.

Selain meningkatkan penerimaan, tarif ekspor juga dinilai dapat mengerem laju produksi berlebih yang berpotensi menjatuhkan harga nikel di pasar.

Pendapat lain datang dari Direktur Program Financial Research Center for Clean Energy (FRCCE), Harryadin Mahardika, yang menyoroti peluang tambahan penerimaan melalui kebijakan hilirisasi mineral.

Baca Juga:   TERBARU Mengenal KRIS, Pengganti Kelas 1,2,3 BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Ia menyebut, kontribusi langsung hilirisasi terhadap penerimaan negara masih jauh dari optimal karena insentif fiskal yang dinilai berlebihan.

“Masih ada waktu bagi pemerintah untuk memperbaiki kebijakan ini demi hasil yang lebih maksimal,” kata Harryadin.

Presiden Prabowo sebelumnya memutuskan untuk membatasi kenaikan PPN menjadi 12 persen hanya untuk barang mewah seperti jet pribadi, yacht, dan rumah dengan harga di atas Rp30 miliar.

Keputusan ini diumumkan pada Rabu (31/12) setelah rapat dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani. (*)