Titiknol IKN

Masyarakat Adat Dayak Gugat UU IKN ke MK, Tolak HGU 100 Tahun untuk Investor

51
×

Masyarakat Adat Dayak Gugat UU IKN ke MK, Tolak HGU 100 Tahun untuk Investor

Sebarkan artikel ini
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK)-(Anggi Muliawati/detikcom)

TITIKNOL.ID – Perwakilan Masyarakat Adat Dayak Kalimantan Timur mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang Ibu Kota Nusantara (IKN) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Mereka meminta pembatalan Pasal 16A ayat (1), (2), dan (3) terkait pemberian Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai kepada investor dengan jangka waktu hingga 100 tahun.

Pemohon gugatan, Stepanus Febyan Babaro, menyatakan bahwa kebijakan ini lebih mengutamakan kepentingan investor dibanding perlindungan hak-hak masyarakat adat.

Ia menilai pemberian konsesi tanah dalam jangka panjang berisiko semakin menyisihkan masyarakat adat dari tanah leluhur mereka.

“Kebijakan dua siklus HGU dan HGB jelas melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang telah mengatur tata cara dan jangka waktu pemberian hak atas tanah,” ujar Stepanus saat mengajukan permohonan di Gedung MK, Selasa (4/3/2025).

Menurutnya, pemberian hak atas tanah dengan jangka waktu berabad-abad akan memperkecil peluang masyarakat adat untuk melestarikan tanah leluhur dan budaya mereka.

Selain itu, generasi mendatang bisa kehilangan kesempatan untuk mengelola serta memanfaatkan tanah sesuai kebutuhan di masa depan.

“Tanah adalah sumber daya terbatas, oleh karena itu pengaturannya harus memperhatikan keberlanjutan bagi generasi selanjutnya,” tegasnya.

Selain itu, Stepanus mengkhawatirkan meningkatnya konflik agraria akibat kebijakan ini.

Ia menyoroti keberadaan mafia tanah yang semakin merajalela, berpotensi memperburuk perlindungan tanah adat, khususnya di Kalimantan.

“Jika HGU diberikan tahun 2025 untuk jangka waktu 95 tahun, hak ini baru akan berakhir pada 2120. Hampir satu abad, generasi mendatang tidak akan memiliki akses untuk mengelola tanah tersebut meskipun ada kebutuhan mendesak,” jelasnya.

Ia juga menilai kebijakan ini bisa mengancam kelestarian budaya dan identitas lokal, serta melemahkan sistem hukum adat yang telah berlaku turun-temurun.

Baca Juga:   Presiden Jokowi Siap Berkantor di IKN: Tunggu Ada Lampu Hijau

Bahkan, konflik horizontal maupun vertikal diperkirakan bisa terjadi akibat tumpang tindih kepemilikan lahan.

“Banyak kasus tanah masyarakat adat di berbagai daerah diambil alih perusahaan. Kebijakan ini berpotensi memperpanjang sejarah konflik agraria di Indonesia,” tambahnya.

Sebagai solusi, Stepanus meminta MK untuk menyatakan Pasal 16A UU 21/2023 bertentangan dengan UUD 1945 atau inkonstitusional.

Jika tidak dibatalkan, ia mengusulkan pembatasan jangka waktu HGU maksimal 25 tahun (dapat diperpanjang 25 tahun), HGB maksimal 30 tahun (dapat diperpanjang 20 tahun), dan Hak Pakai maksimal 25 tahun (dapat diperpanjang 25 tahun).

Namun, dalam sidang awal, Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menilai dalil gugatan yang menyebut “cemas, takut, dan khawatir” masih bersifat subjektif dan perlu diperjelas. Sementara itu, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyoroti ketidakjelasan legal standing pemohon dalam gugatan tersebut.

Kedua hakim meminta pemohon untuk memperbaiki permohonan dalam waktu 14 hari agar lebih komprehensif dan menyertakan studi kasus internasional sebagai perbandingan. Perbaikan dokumen harus diserahkan paling lambat Senin, 17 Maret 2025.