TITIKNOL.ID, SAMARINDA – Belakangan ini, emak-emak melakukan unjuk rasa di gedung Walikota Samarinda, Jalan Kesuma Bangsa, Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur. Mereka sampaikan aspirasi adanya dugaan sekolah negeri melakukan penjualan buku yang memberatkan para orangtua murid.
Melihat fenomena ini, Susilo, pengamat pendidikan dari Universitas Mulawarman (Unmul) Kota Samarinda memberikan komentarnya pada Minggu (4/8/2024).
Dia menyatakan, pemerintah Kota Samarinda harus membuat perencanaan jangka pendek dan jangka panjang dalam sistem pendidikan di Samarinda.
Mengenai solusi jangka pendek, Pemerintah Kota Samarinda harus secara inisiatif melalukan pencetakan buku sendiri dengan mengutip sumber dari Kementerian Pendidikan.
“Ya memang ini akan membutuhkan biaya besar tapi ini jadi opsi terbaik untuk meringkankan beban para orangtua agar tidak lagi direpotkan untuk keluar uang, biaya mahal untuk pengadaan buku pelajaran,” tutur Susilo.
Namun tegasnya, buka yang dicetak secara resmi oleh Pemkot Samarinda harus gratis, tidak boleh ada pungutan biaya. Pemkot harus berupaya bagaimana caranya mencari anggaran agar buku pelajaran bisa dicetak dan memenuhi kurikulum pelajar di Samarinda.
“Dijual lagi nanti akan tambah masalah lagi, ya harus digartiskan. Lalu anggarannya ternyata tidak cukup, kan bisa pakai cara konsep buku digital. Tidak perlu keluar biaya percetakan,” kata Susilo.
Sekarang yang didorong itu adalah pengawasan kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Samarinda dalam menjalankan tugasnya memenuhi kebutuhan buku pelajaran agar ada kelancaran distribusi ke semua pelajar, baik itu untuk buku versi digital ataupun cetak kertas.
“Kan kalau sekolah ada di pedalaman, susah teknologi bisa diusakan untuk versi cetaknya saja. Bila perlu tenaga pendidiknya juga dilengkapi teknologi untuk mengajar agar mudah,” tuturnya.

Solusi Jangka Panjang
Sementara untuk jangka panjangnya, Susilo menjabarkan, Pemkot bersama pelaku pendidikan merancang pembelajaran yang tepat dan kreatif.
Guru-guru didorong dan didukung untuk menciptakan materi pembelajaran sesuai dengan karakteristik daerah masing-masing.
Langkah ini perlu dilakukan agar mereka para penerbit buku pelajaran tidak bisa masuk ke lingkungan sekolah menawarkan materi pembelajaran. Melalui karya kreatif para guru, sekolah tidak lagi bergantung pada pihak eksternal.
“Pemkot harus mempertimbangkan solusi jangka panjang ini, semoga tidak ada lagi polemik orangtua protes terhadap pemberlakukan harga buku yang mahal,” tuturnya. (*)