TITIKNOL.ID, NUSANTARA – Peringatan hari Kemerdekaan ke 79 Republik Indonesia di Ibu Kota Nusantara, Provinsi Kalimantan Timur mendapat sorotan tajam dari lembaga sosial masyarakat Dinamisator Jatam Kaltim.
Kegiatan upacara HUT ke 79 Republik Indonesia hanya bagian dari pencitraan pemerintah pusat saja, bukan menjadi solusi pokok dalam mengatasi krisis sosial dan lingkungan hidup.
Hal ini disampaikan oleh Mareta Sari, Dinamisator Jatam Kaltim di Kota Samarinda yang dikutip oleh Titiknol.id, Minggu (11/8/2024).
Dia menyatakan, pelaksanaan upacara bendera di Ibu Kota Nusantara lebih sebagai upaya pencitraan pemerintah, daripada perayaan kemerdekaan yang sesungguhnya.
“Upacara ini digelar di tengah krisis lingkungan dan sosial yang semakin parah di Kalimantan Timur maupun Sulawesi Tengah,” bebernya.
Pandangan Jatam Kaltim, di Kalimantan Timur dan Sulawesi Tengah itu ada praktek pertambangan yang ekstraktivisme, mengubah bentangan alam.
Kontan saja, perilaku ini memberi dampak buruk terhadap lingkungan, bisa berpotensi menimbulkan bencana alam seperti longsor dan banjir.
Jatam Kaltim menutip dari data Kantor Stasiun Pemantau Atmosfer Global Lore Lindu Bariri, Palu, Sulteng, Rabu 1 Mei 2024 lalu, menunjukkan bahwa partikel debu halus meningkat.
Pengukuran kualitas udara kala itu, menunjukkan peningkatan partikel debu halus PM2,5 atau yang berukuran lebih kecil dari 2,5 mikrometer dengan nilai 69 microgram/m3 atau masuk kategori ‘tidak sehat’.
Jatam Kaltim menjabarkan, nilai itu didapat dari pemantauan yang dilakukan pada pukul 14.48 Wita sampai 14.58 Wita.
Nilai PM2,5 itu jauh lebih tinggi dari nilai ambang normal bagi kesehatan yakni 15 microgram per meter kubik.
Peningkatan partikel juga terjadi pada PM10 dengan nilai 46 microgram/m3.
Nilai itu meski disebut masih dalam kategori baik namun nilainya lebih tinggi dibanding hari-hari biasa.
Nilai ambang batas PM10 sendiri yakni 40 microgram/m3.
Menurut SPAG Lore Lindu-Bariri, efek jangka pendek akibat PM2.5 yang diambang batas bisa memicu penyakit jantung, paru-paru, bronkitis, dan serangan asma.
“Harus kita perhatikan, anak-anak bisa kena dampak, orang dewasa sampai yang lansia bisa juga kena efeknya,” katanya.
Sedangkan dampak kesehatan jangka pendek dari PM10 dapat memicu gangguan pernapasan seperti asma dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
Kondisi ini diperparah dengan adanya kiriman partikel debu vulkanik akibat letusan Gunung Raung di Sulawesi Utara. (*)