Samarinda

Alasan Jiwa Kepemimpinan Direksi di RSUD AW Sjahranie Samarinda Lemah

×

Alasan Jiwa Kepemimpinan Direksi di RSUD AW Sjahranie Samarinda Lemah

Sebarkan artikel ini
KRITIKAN BUAT RSUD - Pj Gubernur Kaltim, Akmal Malik soroti soal sikap kepemimpinan direksi di RSUD AW Sjahranie, Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur. Ingin harus ada evaluasi ke depannya. 

TITIKNOL.ID, SAMARINDA – Pj Gubernur Kaltim, Akmal Malik soroti soal sikap kepemimpinan direksi di RSUD AW Sjahranie, Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur. Ingin harus ada evaluasi ke depannya. 

Hal ini disampaikan usai Akmal Malik menerima hasil laporan dari Tim Penyempurnaan Pelayanan Publik RSUD AW Sjahranie Samarinda pada 19 Juli 2024.  

Dari hasil laporan tersebut, dipaparkan, ada permasalahan lemahnya kepemimpinan direksi RSUD AW Sjahranie kepada para tenaga kesehatan.

“Buktinya ada dokter yang berani menolak diperintah, sehingga manajemen serta direktur tidak mempunyai kontrol dan power kepada tenaga kesehatan,” kata Pj Gubernur Kaltim, Akmal Malik pada Selasa 8 Oktober 2024 di Samarinda. 

Berkaitan permasalahan ini maka tegasnya tata kelola yang ada di RSUD AW Sjahranie harus diperbaiki.

“Kenapa ketika dokter tidak mau melaksanakan tugasnya, direktur tidak bisa meritokrasi dalam bentuk punishment?,” tegasnya.  

Tidak Taat SOP

Sebelumnya, Pj Gubernur Kaltim, Akmal Malik memang telah membentuk tim khusus berisi 7 orang dari Dinas Kesehatan, Inspektorat, Bappeda, BKD, Tim RSUD AWS, Biro Hukum dan BKAD.

Tujuannya tentu saja untuk melakukan investigasi persoalan-persoalan yang harus segera dibenahi.

Pj Gubernur Kaltim, Akmal Malik menjelaskan, monitoring pelayanan RSUD AW Sjahranie Samarinda telah dilakukan sejak Juli 2024.

Kemudian singkat cerita, tim khusus telah menemukan beberapa temuan ketidaktaatan pada standar operasional prosedur (SOP) rumah sakit.

Salah satunya sebagaimana diketahui, Kemenkes RI telah menerapkan Permenkes Nomor 47 tahun 2018 tentang Pelayanan kegawatdaruratan yang mengharuskan tersedia minimal 4 dokter spesialis dan satu dokter anastesi di UGD. 

“Namun ternyata ini tidak dilakukan,” beber Akmal Malik. (*)