Ada tiga tantangan di Pilkada Kaltim 2024. Yakni terkait politik uang, politisasi SARA dan black campaign yang tentunya bisa mempengaruhi kualitas demokrasi
TITIKNOL.ID, SAMARINDA – Ada tiga tantangan dalam pergulatan Pilkada Kaltim 2024 yang harus segera dimitigasi oleh pihak Badan Pengawas Pemilu Kalimantan Timur atau Bawaslu Kaltim bersama masyarakat secara keseluruhan.
Hal ini disampaikan oleh Dosen Hukum Pidana dari Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur (UMKT) Samarinda, Muhammad Nurcholis Al Hadi.
Dia mengemukakan, ada 3 tantangan di Pilkada Kaltim 2024. Yakni terkait politik uang, politisasi SARA dan black campaign yang tentunya bisa mempengaruhi kualitas demokrasi di kabupaten kota Kalimantan Timur.
Saat diminta tanggapan terkait hal tersebut, ia bicara pentingnya masyarakat memitigasi tiga hal yang ditemukan saat pemungutan suara.
Memang bukan hal lazim, namun dibeberapa wilayah masih ditemukan hembusan politisasi SARA dan black campaign, bahkan praktik politik uang jelang pencoblosan.
Menurutnya, pemilihan langsung yang kini diselenggarakan 5 tahun sekalu merupakan “hadiah reformasi” yang memberi masyarakat kendali atas pemimpin mereka.
Tetapi sayangnya, masih banyak tantangan untuk menjaga proses demokrasi ini tetap bersih.
“Perjalanan demokrasi kita sudah lebih dari dua dekade, masih banyak diwarnai oleh masalah terutama politisasi SARA, politik uang, dan kampanye hitam,” ujar Nurcholis, Rabu (13/11/2024) di Samarinda.
Ia juga berpendapat, bahwa persoalannya bukan pada sistem atau peraturannya (regulasi).
Tetapi, pada pelaku dan penggerak pemilu, termasuk partai politik serta unsur masyarakat.
Sistem pemilihan langsung idealnya memberi kekuasaan penuh kepada rakyat untuk menentukan pemimpin.
“Sayangnya, praktik-praktik yang tidak sehat, seperti politik uang dan politisasi isu SARA, masih merusak integritas proses ini,” imbuhnya.
Sorotan terhadap peran penting bisnis besar dalam kapitalisme untuk kebutuhan politik dari oknum yang ingin mempertahankan bahkan meluaskan kekuasaannya juga ikut disinggungnya
Nurcholis memberi catatan, bahwa para pemilik modal besar sering kali dapat mempengaruhi hasil pemilu secara tidak langsung, dengan medukung kandidat tertentu.
“Contohnya pemilik modal politik, berpotensi merusak demokrasi yang sehat, karena kepentingan publik sering kali tersisih,” jelasnya.
Ia menekankan pentingnya perbaikan dalam penegakan hukum yang efektif untuk menekan praktik-praktik buruk di dalam pemilu.
Tindakan hukum yang tegas akan membuat pelaku berpikir dua kali sebelum melanggar aturan.
“Jika aparat hukum bersih dan penegakan hukum dijalankan dengan baik, maka pelanggaran seperti politik uang bisa diminimalisir,” tambahnya.
Menghilangkan praktik–praktik politik uang ini sepenuhnya mungkin sulit.
Namun dapat diminimalisir seperti yang dilakukan di beberapa negara dengan sistem hukum yang lebih ketat.
Di negara-negara maju, praktik semacam ini tentu masih ada, tetapi dalam skala yang lebih kecil dan terkendali.
“Karena, adanya pengawasan dan penegakan hukum yang lebih ketat,” sambungnya.
Terakhir, ia mengajak masyarakat tetap optimis dalam memperjuangkan demokrasi yang bersih.
Pemilu atau Pilkada mendatang diharapnya dapat menghasilkan pemimpin yang benar-benar pro-rakyat.
Serta mendukung pembangunan yang berkeadilan dan bebas dari pengaruh buruk kapitalisasi politik.
“Jangan berhenti mendayung jika tak ingin hanyut. Ketika kondisi tampak suram, jangan larut dalam keadaan. Terus berjuang demi demokrasi yang lebih baik,” katanya. (*)