Samarinda

Alasan GMNI Tolak Kampus Kelola Tambang Kaltim, Sangat Berbahaya Kikis Integritas

29
×

Alasan GMNI Tolak Kampus Kelola Tambang Kaltim, Sangat Berbahaya Kikis Integritas

Sebarkan artikel ini
TOLAK KELOLA TAMBANG - Foto ilustrasi kegiatan pertambangan yang merusak lingkungan hasil olahan Meta AI, Sabtu 1 Februari 2025. Pihak GMNI Kaltim tolak kampus ikut kelola pertambangan. GMNI Kaltim akan terus mengawal isu tersebut dan menolak keras segala bentuk komersialisasi pendidikan yang berpotensi merugikan mahasiswa, akademisi, serta masyarakat luas. (Meta AI)

TITIKNOL.ID, SAMARINDA – Perguruan tinggi tidak harus ikut terlibat dalam pengelolaan tambang di Kalimantan Timur, tidak ada alasan yang kuat mengelola tambang bisa membantu peningkatan kualitas pendidikan mahasiswa. 

DPD Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kalimantan Timur menolak rencana perguruan tinggi dalam pengelolaan tambang. 

Sekretaris Bidang Jaringan Politik DPD GMNI Kaltim, Boni de Rosari menilai keterlibatan kampus dalam bisnis ekstraktif akan merusak esensi pendidikan tinggi, yang seharusnya berfokus pada pengembangan ilmu pengetahuan dan bukan pada eksploitasi sumber daya alam.

“Kampus adalah tempat mencetak pemikir kritis, bukan korporasi yang mengejar keuntungan dari sektor tambang. Jika universitas dibiarkan mengelola tambang, ini akan menciptakan konflik kepentingan yang membahayakan independensi akademik,” ucapnya Boni dalam pernyataannya, Jumat (31/1/2025)

Boni menilai bahwa wacana pengelolaan tambang oleh kampus merupakan penyimpangan dari fungsi utama perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. 

Ia mengingatkan bahwa universitas harus menjadi benteng perlawanan terhadap eksploitasi sumber daya alam yang tidak berkelanjutan, bukan malah terlibat di dalamnya.

Dirinya pun menyebut bahwa ada potensi besar terjadinya penyalahgunaan wewenang jika kampus diberikan izin untuk mengelola tambang.

“Alih-alih menjadi pusat inovasi, kampus bisa berubah menjadi alat bagi kepentingan bisnis tertentu. Ini sangat berbahaya karena bisa mengikis integritas akademik dan menjadikan mahasiswa sebagai tenaga kerja murah bagi industri,” ujarnya.

Menurutnya, isu kebijakan tersebut juga berisiko menciptakan ketimpangan dalam dunia pendidikan.

Kali ini Perguruan tinggi yang memiliki akses ke tambang bisa mendapatkan keuntungan finansial besar, sementara bagi Universitas lain yang tidak memiliki sumber daya semacam itu akan tertinggal. 

Hal ini dapat memperparah ketidakadilan dalam sistem pendidikan tinggi di Indonesia. Selain itu, ia mengingatkan bahwa keterlibatan kampus dalam sektor tambang dapat menurunkan kualitas riset akademik. 

Baca Juga:   Profil Celni Pita Sari, Wanita Muda Asal Samarinda jadi Ketua DPW Partai Nasdem Kaltim

“Bagaimana kita bisa berharap ada penelitian objektif mengenai dampak lingkungan pertambangan jika universitas sendiri memiliki kepentingan bisnis di dalamnya? Independensi akademik bisa hancur,” kata Boni.

Dari perspektif lingkungan, ia juga menilai bahwa kampus seharusnya menjadi pelopor dalam memperjuangkan keberlanjutan, bukan malah ikut serta dalam industri yang selama ini dikritik karena merusak alam. 

Ia menyebut bahwa Indonesia masih memiliki banyak masalah akibat eksploitasi tambang yang tidak terkendali, mulai dari deforestasi hingga pencemaran sungai dan tanah.

Tidak hanya itu dirinya juga menyoroti dampak sosial dari kebijakan ini, terutama terhadap masyarakat adat dan komunitas lokal yang selama ini terdampak langsung oleh aktivitas pertambangan. 

“Sudah banyak kasus di mana masyarakat kehilangan tanahnya karena ekspansi tambang. Jika kampus ikut serta, apakah mereka akan lebih berpihak pada rakyat atau justru menjadi bagian dari masalah?” ujarnya.

Menurutnya, solusi untuk pendanaan kampus tidak harus berasal dari sektor tambang. Ia mendorong pemerintah dan perguruan tinggi untuk lebih kreatif dalam mencari sumber pendapatan alternatif yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai akademik dan keberlanjutan lingkungan. 

“Ada banyak cara lain untuk meningkatkan pemasukan kampus, seperti riset berbasis inovasi, kerja sama dengan industri teknologi, atau pengembangan bisnis sosial. Tidak harus lewat tambang,” jelasnya.

Ia menegaskan bahwa GMNI Kaltim akan terus mengawal isu tersebut dan menolak keras segala bentuk komersialisasi pendidikan yang berpotensi merugikan mahasiswa, akademisi, serta masyarakat luas.

Ia menyerukan agar seluruh elemen kampus, termasuk mahasiswa dan dosen, bersuara menentang kebijakan yang dapat merusak tatanan pendidikan tinggi di Indonesia.

“Kami tidak akan tinggal diam. Kampus harus tetap menjadi pusat intelektual, bukan pemain di industri ekstraktif. Jika kebijakan ini terus dipaksakan, perlawanan akan semakin besar,” ujarnya. (*)

Baca Juga:   Update Revitalisasi Pasar Pagi Samarinda, Bagian Luar Bangunan Selesai Desember