TITIKNOL.ID, PENAJAM – Sekretaris Komisi II DPRD Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Jamaluddin menilai pembelian gabah kering panen (GKP) oleh pihak ketiga di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) merupakan kekeliruan yang perlu mendapat perhatian serius.
Ia menegaskan, harga beli gabah di bawah HPP bisa dimaklumi hanya jika disebabkan kondisi tertentu, seperti kualitas gabah yang tidak memenuhi standar atau karena kebutuhan mendesak dari petani itu sendiri.
“Kalau dibeli seharga Rp5.500, selisih seribu ya. Tapi harga ini masih cukup tinggi, karena dulu itu harga bisa hanya Rp3.000 – Rp4.000 per kilo,” ungkap Jamaluddin, Selasa (15/4/2025).
Berdasarkan Keputusan Badan Pangan Nasional (Bapanas) Nomor 14 Tahun 2025, HPP gabah ditetapkan sebesar Rp6.500 per kilogram dan mulai diberlakukan sejak 15 Januari 2025 sebagai bentuk perlindungan pendapatan petani.
Ia menilai bahwa jika petani menjual di bawah HPP ke pihak lain di luar Bulog, maka kesalahan bukan hanya di pembeli, tapi juga di pihak petani itu sendiri.
“Sudah ada instruksi presiden, bahwa Bulog dan pihak swasta wajib membeli seharga Rp6.500,” katanya.
Jamaluddin menyarankan agar petani melaporkan apabila Bulog menolak membeli gabah dan kemudian pihak ketiga memanfaatkannya dengan membeli di bawah HPP.
Menurutnya, hal ini tidak bisa dibiarkan terus terjadi.
“Tidak benar kalau petani menjual di bawah HPP, kan pemerintah sudah memberikan angka pasti. Kalau ada yang beli lebih murah, itu harus dilaporkan,” ujarnya tegas.
Namun, ia juga memahami jika dalam kondisi tertentu petani terpaksa menjual di bawah HPP, misalnya saat membutuhkan uang cepat sementara gabah tidak terserap Bulog.
“Kalau Bulog tidak sempat, petani butuh uang, lalu dijual ke tengkulak, itu risiko petani,” tambahnya.
Dengan adanya kebijakan harga dari pemerintah, Jamaluddin meyakini petani bisa meraih kesejahteraan lebih baik.
“Petani bisa meraup Rp200 juta sekali panen di lahan 5 hektare. Kebijakan ini bagus, tinggal bagaimana kita kawal implementasinya,” tutupnya. (Advertorial/TN01)