TITIKNOL.ID, PENAJAM – Pembangunan Bandara Very Very Important Person (VVIP) di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) terus menuai keluhan dari warga terdampak.
Proyek yang mencakup lahan seluas 600 hektare di tiga kelurahan—Gresik, Pantai Lango, dan Jenebora—masih menyisakan persoalan ganti rugi lahan yang belum terealisasi.
Sejumlah warga mengadu ke pemerintah daerah untuk meminta kejelasan kompensasi. Mereka mengaku dijanjikan ganti rugi, namun hingga kini belum ada kepastian.
Salah satu warga Kelurahan Gresik, Eddi (50), mengungkapkan bahwa sebelumnya dirinya menggantungkan hidup dari kebun karet yang kini masuk dalam area proyek pembangunan bandara.
“Biasanya dalam sebulan setelah bagi hasil dengan penderes, saya bisa dapat Rp5 juta. Sekarang semuanya hilang,” ujarnya, Senin (3/2/2025).
Selain kehilangan sumber pendapatan, Eddi juga menyoroti pengurangan luas lahan dalam skema kompensasi.
Dari 2,2 hektare miliknya, ia hanya menerima penggantian 1,7 hektare setelah dipotong 30 persen.
“Kami mempertanyakan aturan pengurangan 30 persen ini. Dari mana aturannya? Selama ini kami merasa tidak mendapat sosialisasi yang jelas,” tegasnya.
Ia juga mengungkapkan kebingungan terkait status lahan mereka yang semakin tidak jelas.
Beberapa tanda batas tanah yang sebelumnya dipasang mendadak dicabut oleh pihak yang tidak diketahui, sehingga semakin membingungkan warga.
“Kami hanya ingin percepatan relokasi. Namun hingga kini banyak lahan masyarakat yang masih belum jelas statusnya. Kalau memang tidak bisa clean and clear, seharusnya ada ganti rugi yang adil,” lanjutnya.
Menanggapi hal ini, Penjabat (Pj) Bupati PPU, Zainal Arifin, menegaskan bahwa pemerintah daerah berkomitmen menyelesaikan masalah ini secepatnya.
“Apa yang bisa kita selesaikan dalam waktu dekat harus dituangkan dalam kesepakatan. Saya menggarisbawahi, tidak boleh ada konflik antar masyarakat. Hak mereka harus dipenuhi,” ucap Zainal.
Ia menekankan bahwa kesepakatan tersebut harus bersifat konkret dan mengajak pihak terkait, termasuk bank tanah, untuk segera turun tangan.
Menurutnya, penyelesaian masalah ini harus adil dan transparan agar tidak menimbulkan dampak sosial yang lebih luas. (*)