TITIKNOL.ID, SAMARINDA – Menggelorakan gaya hidup bayar tanpa tunai di Kota Samarinda, Kalimantan Timur belum efektif, masih banyak ditemukan secara tunai dan fenomena juru parkir liar di jalan-jalan perkotaan.
Pemerintah Kota Samarinda sudah berupaya mengajak kepada masyarakat untuk menggunakan pembayaran non-tunai sebagai transaksi parkiran kendaraan.
Namun meski Pemerintah Kota Samarinda telah mendeklarasikan Gerakan Aksi Hidupkan Pembayaran Non-Tunai dan Aksi Hindari Parkir Liar sejak September 2024 lalu, nyatanya penerapan sistem parkir non-tunai masih menghadapi sejumlah tantangan di lapangan.
Deklarasi yang digaungkan bertepatan dengan peringatan Hari Perhubungan Nasional (Harhubnas) tersebut awalnya diharapkan menjadi titik balik dalam membangun budaya berlalu lintas yang tertib dan modern di Kota Samarinda.
Catatan Titiknol.id, hingga kini masih ditemukan transaksi parkir secara tunai di sejumlah titik, terutama di lokasi dengan banyak akses keluar-masuk kendaraan.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Samarinda, Hotmarulitua Manalu, tidak menampik adanya hambatan dalam implementasi sistem ini.
Tak heran jika belakangan ini pihaknya kembali membahas dan menggelar rapat di hadapan Wali Kota Samarinda Andi Harun.
Dalam pemaparan tersebut, dirinya menyebutkan bahwa setidaknya ada tiga faktor krusial yang menentukan berhasil tidaknya sistem parkir non-tunai.
Di antaranya adalah:
- Kesiapan masyarakat dalam beradaptasi;
- Kestabilan jaringan internet;
- dan kesiapan juru parkir (jukir) di lapangan.
Kalau salah satu dari tiga komponen ini tidak berjalan, maka sistem tidak bisa dijalankan maksimal. Masih ada masyarakat yang belum siap, jaringan yang terganggu.
“Atau juru parkir yang belum paham sistem,” beber Manalu yang dikutip Titiknol.id pada Minggu (13/4/2025).
Dishub Samarinda sendiri sempat mengusulkan penggunaan mesin parkir berdiri atau standing machine sebagai solusi teknologi.
Namun, harga perangkat yang cukup mahal dan hasil studi banding di kota lain seperti Bandung, Balikpapan, dan Jakarta menunjukkan bahwa efektivitasnya belum optimal.
Tak hanya itu, Dishub juga tengah mengkaji inovasi teknologi baru berupa barrier flat parking, yakni alat canggih yang bisa mengangkat penghalang otomatis saat ban mobil melewatinya, dan hanya bisa dibuka setelah pembayaran dilakukan secara non-tunai.
Sayangnya teknologi ini belum tersedia di Indonesia, namun sudah digunakan di Tiongkok.
“Untuk 100 unit, dibutuhkan dana sekitar Rp4,3 miliar melalui aplikasi,” ujarnya Manalu.
Melihat berbagai tantangan tersebut, Pemkot Samarinda kini mulai mengarahkan perhatian pada opsi parkir berlangganan.
Skema ini dinilai lebih realistis dan bisa diterapkan secara bertahap, dimulai dari internal pemerintahan. Sistem serupa sudah diterapkan di Kota Batam dan Medan.
Jika Peraturan Daerah (Perda) sudah ditetapkan, seluruh pegawai pemerintah, baik ASN maupun non-ASN akan diwajibkan menggunakan sistem parkir berlangganan.
“Mereka akan mendapat stiker dan kartu sebagai bukti pembayaran di muka,” kata Manalu.
Sistem ini bahkan telah disiapkan sejak tahun lalu, termasuk dengan pembangunan situs web pendukung. Beberapa kawasan, seperti Ring Road, juga telah memulai penerapan awal sebagai bagian dari uji coba.
“Kami melihat parkir berlangganan sebagai opsi terbaik saat ini. Skemanya akan kami matangkan lebih lanjut agar bisa diterapkan lebih luas,” tegas Manalu. (*)