Tenggarong

52 Rekening Eks Bupati Kukar Rita Widyasari Disita KPK, Disebut Hasil Korupsi

38
×

52 Rekening Eks Bupati Kukar Rita Widyasari Disita KPK, Disebut Hasil Korupsi

Sebarkan artikel ini
RITA WIDYASARI KORUPSI - Mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari. Uang gratifikasi dan suap perizinan batubara yang diterima Rita Widyasari, mantan Bupati Kukar tersebar di 52 rekening dan KPK sita ratusan miliar. 

TITIKNOL.ID, JAKARTA – Rita Widyasari mantan Bupati Kukar yang menjadi pelaku tindak pidana korupsi memiliki puluhan rekening bank berisi uang yang banyak dengan atas nama dirinya.  

Kasus gratifikasi dan suap perizinan produksi batu bara yang menjerat mantan Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), Rita Widyasari. 

Uang gratifikasi dan suap perizinan produksi batu bara yang diterima mantan Bupati Kukar, Rita Widyasari ini tersebar di 52 rekening dengan nilai ratusan miliar.

Hingga 10 Januari 2025, KPK telah menyita 52 rekening yang terdaftar atas nama Rita Widyasari dan pihak-pihak terkait lainnya.

Menurut Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, penyidik awalnya menyita uang sebesar Rp 350 miliar dari 36 rekening. 

Itu dalam mata uang rupiah sebesar Rp 350.865.006.126.

“Uang ini disita dari 36 rekening atas nama tersangka dan pihak-pihak terkait lainnya,” kata Tessa, dalam keterangan tertulis yang dikutip Titiknol.id pada Selasa (14/1/2025). 

Selain itu, KPK juga menyita uang senilai 6,2 juta Dollar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 102,2 miliar dari 15 rekening lainnya.  

KPK juga menyita uang sebesar 2 juta Dollar Singapura, yang setara dengan Rp 23,7 miliar, dari satu rekening atas nama pihak terkait lainnya.

“Uang tersebut disita dari satu rekening atas nama pihak terkait lainnya,” ujar dia.

Tessa menambahkan bahwa penyitaan dilakukan karena diduga uang yang tersimpan dalam rekening-rekening tersebut diperoleh dari hasil tindak pidana korupsi.

“KPK akan terus berupaya semaksimal mungkin mengembangkan perkara yang sedang disidik dan meminta pertanggungjawaban pidana terhadap para pihak yang patut untuk dimintakan pertanggungjawabannya,” ucap dia.

Sebelumnya, KPK mengungkapkan bahwa Rita Widyasari menerima gratifikasi antara 3,3 hingga 5 Dollar AS untuk setiap metrik ton batu bara yang diproduksi.

Baca Juga:   Penilaian Kompetensi ASN Kukar demi Kesiapan Tantangan Ibu Kota Nusantara  

Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan, nilai gratifikasi tersebut diduga diterima Rita dari perusahaan tambang.

“Bisa dibayangkan karena perusahaan itu bisa jutaan metrik ton menghasilkan hasil eksplorasinya.

Baca juga: Kasus Gratifikasi Mantan Bupati Kukar Rita Widyasari, KPK Cecar Dirjen Anggaran Kemenkeu soal PNBP

Nah, dikalikan itu,” kata Asep, kepada wartawan, Minggu (7/7/2024).

Asep menuturkan bahwa aliran uang hasil korupsi tersebut sedang ditelusuri oleh penyidik KPK.

Dalam upaya penyidikan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan Rita, KPK telah melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi dan menyita barang-barang bernilai ekonomis.

Salah satu yang diperiksa adalah Said Amin, pengusaha tambang sekaligus Ketua Asosiasi Provinsi (Asprov) Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) Provinsi Kalimantan Timur.

“Jadi, beberapa orang yang sudah dipanggil termasuk saudara SA yang kemarin dipanggil dan beberapa lagi yang nanti kita akan panggil yang terkait dengan perkara metrik ton tersebut,” kata Asep.

Pada 28 Juni lalu, KPK memeriksa Said Amin terkait sumber uang yang digunakan untuk membeli puluhan mobil mewah, yang juga disita penyidik dari berbagai lokasi di Kalimantan Timur.

Penyidik KPK telah menggeledah sembilan kantor dan 19 rumah, serta menyita 72 mobil dan 32 motor.

Mereka juga mengangkut uang sebesar Rp 6,7 miliar dalam pecahan rupiah dan Rp 2 miliar dalam pecahan asing.

Penggeledahan dilakukan di Jakarta pada 13-17 Mei 2024 dan di Kota Samarinda serta Kabupaten Kutai Kartanegara pada 27 Mei hingga 6 Juni 2024.

Rita Widyasari saat ini merupakan terpidana kasus gratifikasi senilai Rp 110 miliar dan suap perizinan kelapa sawit di Kutai Kartanegara.

Ia divonis 10 tahun penjara, denda Rp 600 juta, subsider enam bulan kurungan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. (*)

Baca Juga:   3 Manfaat dari Lahan Bekas Tambang di Kalimantan Timur versi DLH Kaltim