TITIKNOL.ID, NEW YORK – Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan mengecam perang Israel terhadap Hamas sebagai sebuah genosida saat berpidato dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Dalam pidatonya, Recep Tayyip Erdogan menunjukkan gambar-gambar kehancuran di Gaza sebagai bukti kekejaman yang sedang berlangsung.
“Genosida sedang terjadi di Gaza; bahkan saat kita berkumpul di sini, orang-orang tak berdosa terus meninggal dunia,” ujar Erdogan yang mengutip dari Timesofisrael.com.
“Kita tidak bisa menyebut adanya dua pihak yang setara di Gaza, karena di sana satu sisi adalah tentara reguler dengan senjata modern dan mematikan, sementara di sisi lain ada warga sipil dan anak-anak tak berdosa. Ini bukan perang melawan terorisme, melainkan penjajahan, deportasi, pengusiran, genosida, dan penghancuran kehidupan,” beber Erdogan.
Erdogan juga mengutuk tindakan Israel di Tepi Barat, wilayah di mana Hamas tidak berkuasa, serta serangan-serangan yang dilakukan Israel di Doha, Suriah, Iran, Yaman, dan Lebanon.
Netanyahu jelas tidak tertarik untuk membangun perdamaian maupun membebaskan para sandera.
“Tidak hanya negara-negara tetangga Israel, tapi seluruh kawasan Timur Tengah menjadi sasaran ancaman sembrono dari pemerintahan Israel,” tambahnya.
Presiden Turki itu menegaskan bahwa tindakan Israel mengancam “nilai-nilai yang muncul setelah Perang Dunia II” dan menjadi penyebab mundurnya penerapan “hak asasi manusia fundamental” di seluruh dunia.”
Salah Satu Momen Tergelap
Raja Yordania Abdullah II menyampaikan kecaman keras terhadap Netanyahu dan pimpinan Israel dalam pidatonya.
Ia menyebut perang di Gaza sebagai “salah satu momen tergelap dalam sejarah lembaga ini (PBB).”
“Sampai kapan kita hanya akan puas dengan kecaman tanpa tindakan nyata? Dalam konflik Palestina-Israel, apa yang terjadi di ruang kekuasaan hanyalah teori, sedangkan penderitaan di lapangan adalah kenyataan,” katanya.
Raja Abdullah juga memuji negara-negara yang mendukung kesepakatan yang menjamin pembebasan semua sandera, bantuan kemanusiaan tanpa hambatan, dan dukungan bagi rakyat Palestina untuk membangun kembali.
Ia menyoroti bahwa perjanjian sementara antara Israel dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), yang menguasai Otoritas Palestina di Tepi Barat, sejatinya menjadi “pengalih perhatian” sementara Israel terus memperluas wilayahnya dengan membangun permukiman ilegal, merobohkan rumah, dan menggusur lingkungan lingkungan secara paksa.
“Tempat suci umat Muslim dan Kristen di Yerusalem telah dirusak dan dihina oleh pihak-pihak yang dilindungi oleh pemerintah,” kritik Raja Abdullah, yang negaranya memegang peran sebagai penjaga tempat-tempat suci di Yerusalem, termasuk Bukit Bait Suci (Temple Mount).
“Sepanjang tahun-tahun ini, keluarga Israel pun tidak pernah bisa hidup dalam keamanan sejati karena tindakan militer tidak mampu memberikan perlindungan yang mereka butuhkan. Tidak ada tempat yang lebih jelas dari Gaza,” tambahnya.
Korban dan Ancaman di Gaza
Raja Abdullah menyebutkan lebih dari 60.000 warga Palestina tewas, 50.000 anak-anak terluka atau meninggal, serta kehancuran meluas di Gaza, termasuk lingkungan pemukiman, rumah sakit, sekolah, ladang, bahkan masjid dan gereja, serta kelaparan yang meluas.
Namun, ia mengakui angka-angka tersebut berasal dari Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas dan belum bisa diverifikasi secara independen.
Angka-angka itu tidak membedakan antara warga sipil dan kombatan. Israel menyatakan telah menewaskan sekitar 22.000 pejuang bersenjata sampai Agustus, serta sekitar 1.600 teroris di dalam Israel selama serangan 7 Oktober.
Seperti Emir Qatar, Raja Abdullah menuding Israel melanggar status quo di Bukit Bait Suci, dan menyebut konsep “Israel Raya” yang mencakup wilayah yang meliputi Yordania, Tepi Barat, Gaza, Dataran Tinggi Golan, dan Semenanjung Sinai.
Seruan provokatif pemerintahan Israel saat ini untuk menciptakan apa yang mereka sebut Israel Raya hanya bisa terwujud dengan pelanggaran terang-terangan terhadap kedaulatan dan integritas wilayah negara-negara tetangga.
“Dan tidak ada yang hebat dari itu,” ujar Raja Abdullah.
“Saya bertanya-tanya, jika seruan serupa dilontarkan oleh seorang pemimpin Arab, apakah dunia akan bersikap acuh tak acuh seperti ini?,” tutur Abdullah.
Akhiri Ilusi Pemerintahan Israel
Raja Abdullah mendesak komunitas internasional untuk menghentikan anggapan bahwa pemerintahan Israel adalah mitra yang mau bekerja sama untuk perdamaian.
“Jauh dari itu. Tindakan mereka di lapangan malah meruntuhkan fondasi-fondasi perdamaian dan sengaja mengubur gagasan negara Palestina,” katanya.
Ia juga memperingatkan bahwa retorika permusuhan Israel yang menyerukan penyerangan Masjid Al-Aqsa dapat memicu perang agama yang akan meluas jauh di luar wilayah tersebut.
Dan tentu saja menyebabkan bentrokan besar yang tak bisa dihindari oleh siapa pun.
Sejak diberi jabatan Menteri Keamanan Nasional pada 2022, Itamar Ben Gvir yang berasal dari sayap kanan ekstrem terus menegaskan, kebijakan untuk membolehkan doa Yahudi di puncak Bukit Bait Suci, melanggar kesepakatan status quo yang selama ini ditegaskan tetap berlaku oleh kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. (*)












